TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Harus kuat melawan penjahat

Dari mengatur lalu lintas hingga mencari tempat parkir, para preman ini akan semangat membantu, asalkan ada imbalan uang receh dari laci mobil Anda. 

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, May 27, 2025 Published on May. 26, 2025 Published on 2025-05-26T17:44:32+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Harus kuat melawan penjahat Tangerang Police formed a task force to combat begal (violent robbers) and thugs to safeguard the area ahead of the 2018 Asian Games (wartakota.tribunnews.com/Andika Panduwinata)
Read in English

 

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, orang-orang jalanan, yang dikenal sebagai preman, merupakan bagian tak terpisahkan dalam hidup. 

Dari mengatur lalu lintas hingga mencari tempat parkir, para preman ini akan semangat membantu. Imbalannya uang tunai atau uang receh di laci mobil Anda. “Preman” diambil dari kata Belanda vrijeman, yang artinya orang bebas. Dulu, kata ini digunakan untuk menyebut para pegawai lepas di perkebunan milik Belanda. 

Namun, selain tipe-tipe preman yang tidak berbahaya, ada preman lain yang perannya dalam masyarakat, terutama di dunia bisnis dan politik, lebih substansial.

Tipe-tipe orang kasar ini, biasanya berkelompok dalam organisasi kemasyarakatan, atau ormas, biasa dikirim ke peristiwa-peristiwa genting, misalnya dalam kasus sengketa tanah. Mereka bagai prajurit infanteri yang hanya berfungsi sebagai pengusir pihak yang kalah dalam kasus hukum.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Sudah jadi fakta umum bahwa seiring dengan pertumbuhan status Indonesia sebagai negara demokrasi yang dinamis, para gerombolan preman ini juga menawarkan jasa sebagai pengumpul massa. Mereka bisa bergabung dengan aksi unjuk rasa partai politik atau kegiatan protes jalanan terkait isu tertentu.

Di negara yang sistem penegakan hukumnya tidak jelas dan personel penegak hukum sendiri terkadang terlibat dalam tindak pidana, para penjahat dan gerombolan preman dapat ditemukan dalam bisnis pemerasan yang menggunakan dalih perlindungan.

Dan di tempat yang batas-batas antara politik dan bisnis selalu bergeser, ada kemungkinan para pemimpin geng menyamar sebagai politisi. Ada juga yang menyamar sebagai pengusaha. 

Beberapa anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN) cabang Cilegon mungkin mengklaim diri mereka sebagai anggota organisasi, yang seharusnya pengusaha. Tapi bisa jadi mereka juga gangster yang berdandan gaya pengusaha, ketika mereka tertangkap kamera meminta salah satu perusahaan petrokimia untuk memberi mereka proyek senilai Rp5 triliun (307 juta dolar Amerika) di daerah tersebut.

Peristiwa Cilegon mirip dengan yang terjadi di Subang, Jawa Barat. Di sana, raksasa kendaraan listrik asal China, BYD, dilaporkan berhadapan dengan sekelompok preman yang mencoba mengganggu pembangunan pabrik senilai Rp 11,7 triliun tersebut.

Skandal pemerasan ini menggemparkan, terutama karena melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Tapi, kejadian ini bukanlah yang pertama dan tentu saja tidak akan menjadi yang terakhir. Apalagi mengingat seberapa dalam akar permasalahan terkait gerombolan preman di masyarakat.

Dari sudut pandang sejarah, para preman dan gangster telah lama menjadi bagian dari tatanan masyarakat Indonesia.

Sepanjang sejarah pra-kolonial Indonesia, penjahat dan bandit merupakan ciri lanskap sosial, terutama di Jawa. Bahkan pendiri kerajaan Singasari yang legendaris, Ken Arok, menjadi contoh seorang bandit yang berubah jadi bangsawan.

Begitu besarnya pengaruh gangster dalam sejarah negara ini, hingga penulis ternama Pramoedya Ananta Toer pernah menyindir bahwa salah satu alasan Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan negara pada 17 Agustus 1945 adalah karena tekanan dari geng Pasar Senen yang terkenal kejam.

Praktik lama untuk mengakomodasi para penjahat dan gangster terus berlanjut, dalam apa yang digambarkan oleh sejarawan Robert Cribb sebagai situasi saat para penguasa dan pihak berwenang "telah memilih mengatasi masalah gangster bukan dengan cara menekan mereka, tapi justru merangkul."

Ada sebuah episode ketika rezim Orde Baru pada awal 1980-an memutuskan untuk menindak para gangster. Saat itu, diluncurkan gerakan pembunuhan misterius terhadap preman. Tetapi, untuk yang mengetahui episode tersebut, saat itu ada konsensus bahwa para anggota geng yang menjadi sasaran pembunuhan di luar hukum tersebut ternyata mereka yang juga disebarkan oleh intelijen militer agar memobilisasi massa, guna mendukung Partai Golkar yang berkuasa.

Pembunuhan misterius seperti itu seharusnya tidak termasuk pilihan cara untuk menangani masalah gerombolan preman. Tetapi melibatkan penjahat dalam sistem ekonomi dan politik juga seharusnya tidak boleh jadi pilihan.

Seharusnya, penegakan hukum yang tegas dan gigih menjadi satu-satunya cara untuk menangani masalah kriminal gangster yang merajalela.

Awal pekan ini, Kepolisian Nasional menangkap 17 anggota kelompok gangster yang terkait organisasi GRIB. Polisi menghancurkan markas kelompok tersebut, yang didirikan di tanah milik pemerintah di salah satu kawasan di Provinsi Banten.

Kita perlu lebih banyak lagi sikap tegas macam itu.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.